Dongeng dari Negeri Tembakau dan Nabi yang Perokok?

PERCIK.ID- Ada sebuah dongeng yang saya baca di buku kumpulan esei, judulnya "Dongeng dari Negeri Tembakau”. Seorang tokoh tua bercerita kepada anaknya, anaknya bercerita kepada cucunya, turun-temurun hingga kisahnya sampai kepada kita. Bahwa, pada zaman dulu, ada seorang kakek mendaki Gunung Sumbing di Temanggung, Jawa Tengah. Di suatu tempat di dekat puncak, ia menemukan sejenis tumbuhan liar, ia terkejut kemudian mencabutnya dan berteriak girang: iki tambaku, ini obatku.


Obat untuk penyakit apa tumbuhan itu? Rupanya dongeng itu tidak menceritakannya secara jelas dan rinci. Tetapi barangkali, ketidakjelasan itu justru disebabkan oleh khasiatnya menyembuhkan beragam penyakit, bukannya satu ragam atau satu jenis penyakit saja.

Kata tambaku ini kemudian berubah pengucapannya menjadi tembako, lalu menjadi mbako. Orang Jawa sejak dulu sampai sekarang menyebutnya mbako. Artinya adalah tanaman tembakau sebagaimana yang kita kenal saat ini.

Dongeng yang bagus semestinya membawa kebahagiaan bersamanya. Dan memang itulah yang dibawa oleh tembakau. Selama sekitar 4 abad, dari abad ke-16 sampai sekarang, dari generasi ke generasi, tembakau banyak membantu ekonomi masyarakat kecil dengan menjadi produksi pertanian yang laku diperdagangkan lintas benua, negara dan bangsa.

Interaksi petani dengan alam adalah bagian indah tersendiri dari dongeng ini. Petani menjaga dan memelihara alam, alam memberikan "hadiah" untuk kelangsungan hidup manusia. Hidup berdampingan dan saling menjaga.

Tembakau dan cengkeh adalah bahan baku utama selinting kretek. Adalah Haji Djamhari atau Djamahari, penduduk Kudus kulon yang menurut sejarah secara tak sengaja atau sengaja merendah agar disangka tak sengaja, "melahirkan" rokok kretek pada sekitar tahun 1870-1880. Setelah mencampur rajangan cengkeh dan tembakau, kemudian "dibungkus" dengan klobot atau kulit jagung kering, lalu "dibakar" ujungnya sehingga menimbulkan suara kretek-kretek. Setelah mengonsumsinya beberapa lama, sakit sesak napas yang dideritanya membaik, dan perlahan sembuh total. Cerita itu secara cepat menyebar kepada warga dari mulut ke mulut, kemudian banyak datang permintaan kepadanya untuk memproduksi ramuannya dan menjualnya untuk umum.

Dongeng panjang tembakau sampai kepada "kelahiran" kretek di kota suci: al-Quds itu kemudian hendak dihancurkan oleh raksasa kaya dari negeri seberang, ia membawa kantong-kantong berisi uang, mendatangi para politisi, birokrat dan ahli kesehatan. Berbicara dengan sangat sangat canggih dan meyakinkan untuk membuat mereka percaya bahwa tembakau dan produk olahannya berbahaya dan oleh karenanya harus dilarang. Ia bagikan kantong-kantong uang itu cuma-cuma. Para politisi, birokrat dan ahli kesehatan benar-benar kagum atas kedermawanan raksasa. Kemudian kebijakan politik, pernyataan para birokrat, himbauan dan narasi-narasi kesehatan bersepakat dengan keinginan raksasa.

Para petani risau dan gelisah. Mereka tidak menyerah dan terus melawan dengan gigih mempertahankan hak hidup yang terancam. Meski terus dihantam dari sana-sini.

Agamawan bilang rokok haram, dokter bilang rokok tak menyehatkan, slogan "rokok membunuhmu" digembar-gemborkan. Politisi dan birokrat setuju cukai rokok dinaikkan. Perokok yang sakit diusulkan tak tidak bisa pakai BPJS, tapi defisit BPJS ditambal dengan pendapatan dari cukai rokok. Edan!

Di sebuah desa dari Negeri Tembakau, seorang petani tembakau duduk di teras rumah memandangi langit sore yang keemasan. Ditemani secangkir kopi panas dan selinting kretek menyala dihimpit jari telunjuk & jari tengahnya. Mendengarkan ceramah Kiai Mustofa Bisri dari hape anak perempuannya, sambil terkantuk-kantuk karena lelah seharian bekerja di sawah.

"Tindak laku, uswahnya Nabi saw. yang diteladani para kiai itu adalah "Azizun alaihi ma anittum". Nabi itu tidak kuat dan tidak tahan melihat penderitaan umatnya."

Mendengar itu, pak tani berpikir sejenak dan membayangkan, seandainya Kanjeng Nabi saw. itu penghisap kretek, cukup sudah jadi dalil pembelaku. Kalau baginda itu melihat umatnya yang petani tembakau ini terus menerus didzolimi, tentu beliau tak tega dan akan jadi duta kretekus seluruh dunia.

Pak tani lalu tertidur dan mendengkur. Ia bermimpi. Di dalam mimpinya ia melihat seorang pria yang bersinar wajahnya sedang menghisap kretek seperti dirinya. Ia menyangka itu Nabi saw. dan meyapanya, "Njenengan Nabi Mohamad, ya?"

"Apakah ada Nabi yang merokok?" Lelaki itu bertanya balik.

"Wah, ndak tau saya"

"Benar, saya Momamad. Tapi bukan nabi. Saya Mohamad Sobary"



Syafiq Rahman
Freelence Writer & Pedagang Buku "Makaru Makara"  fb          

1 تعليقات

أحدث أقدم