Refleksi Hubbul Wathon: Membenahi Kualitas Pendidikan

Ciri utama yang membedakan manusia dengan hewan adalah ilmu pengetahuan

(Muhammad ibn Muhammad Al Ghazali)


PERCIK.ID- Dengan atau tanpa membawa agama, ilmu pengetahuan adalah elemen penting yang harus dimiliki manusia selama menjalani hidup dan kehidupan. Bertuhan atau tidak, ilmu pengetahuan masih tetap menjadi sesuatu yang urgent untuk dimiliki.

Islam, melalui ajarannya yang didokumentasikan dalam Al Qur’an, mengapresiasi penuh mengenai pentingnya ilmu. Di antaranya:

شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّه لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًاۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

 “Alloh menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana” (QS. Ali Imran: 18)                 

Pemetakan posisi ahli ilmu setelah Alloh dan malaikatNYA, menurut Al Ghazali merupakan keistimewaan tersendiri. Sayangnya, di era modernisasi, masih jarang ditemui seseorang yang memiliki semangat Al Ghazali ini.

Makin langka orangtua yang berani mengatakan: “Urusanmu sekolah, urusanku memenuhi kebutuhanmu selama menempuh masa pendidikan”.

Mayoritas justru lebih berani menyatakan, “Kamu sudah dewasa, ayo gantian jadi tulang punggungnya,” dan mau tidak mau penerus peradaban itu menaruh mimpinya dan bertarung sengit di lapangan kerja, berkeras diri memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Pendidikan dalam Kaca Mata Masyarakat Kita

Pendidikan adalah salah satu aspek yang menjadi tolok ukur maju atau tidaknya suatu bangsa, sebuah negara. Maju atau tidaknya suatu negara dapat dilihat dari berapa persen angka masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan memiliki kontribusi paling signifikan dalam meningkat kualitas warga negara. Dilansir dari beberapa refrensi, APK (angka partisipasi kasar) pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 34,58%. Jelas angka ini tertinggal jauh dari tetangga sebelah. Malaysia sudah mencapai 50%, juga Singapore yang sudah sampai di angka 78%. Simpulnya, data tersebut menyatakan, minat pemuda kita masih minim minat untuk melanjutkan kuliah masih rendah.

Di tengah kemudahan dan kecanggihan yang ditawarkan teknologi, tak jarang di era modern dunia pendidikan diacuhkan. Di Indonesia misalnya, beberapa orang masih menali mati hubungan pendidikan dengan bisnis.

Dilansir dari Detik.com, Deputi Mentri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kemenko PMK Prof Dr R Agus Sartono,

“Setiap tahun ada sekitar 3,7 juta pelajar yang lulus SMA, MA dan SMK, akan tetapi tidak semua bisa melanjutkan study ke perguruan tinggi. Hanya 1,9 Juta pemuda kita yang terserap ke perguruan tinggi. Selebihnya, terpaksa terjun ke lapangan kerja” kata Agus dalam Webinar Nasional “Strategi Kampus dan Sekolah dalam Menyiapkan Penerimaan Mahasiswa Baru

Sebagaimana disebutkan di atas, faktor ekonomi sampai hari ini masih memaksa para pemuda yang punya segudang prestasi turun ke lapangan kerja sebelum menyelesaikan program sarjana, tertancap kuat dalam benak mereka, bahwa panjangnya durasi menempuh pendidikan, adalah sama halnya dengan menambah berat beban orang tua.

Fenomena ini akhirnya akan sampai pada dua akar permasalahan: minimnya minat pemuda kita terhadap dunia pendidikan, atau kurangnya sosialisasi beasiswa yang disediakan instansi pemerintahan selama menempuh studi di perguruan tinggi.  

Pemerintah yang terus berbenah dan menyorot pendidikan sebagai sektor yang benar-benar butuh perhatian khusus tidak akan optimal tanpa dukungan penuh dari semua elemen masyarakat, utamanya keluarga dan para pemuda itu sendiri.

Kesadaran penuh terkait pentingnya kualitas pendidikan dalam negeri mesti dimiliki para pemuda sebagai pemagang tongkat estafet kemajuan bangsa ini. Menyadari betul bahwa pendidikan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kemakmuran negeri tercinta.

Wa ba’du, Gus Baha dalam pengajiannya seringkali menghimbau untuk tidak henti-hentinya belajar dan membaca sebagai bentuk mencintai agama (islam), maka penulis juga hendak mengajak pembaca untuk tidak berhenti memperbaiki kualitas pendidikan sebagai bentuk kecintaan kita terhadap Indonesia.


Muhammad Ramli
Mahasiswa STAI Al Fithrah Surabaya


إرسال تعليق

أحدث أقدم