Tentang Maaf


PERCIK.ID- Berita tentang UAS (Ust. Abdul Somad) yang dianggap menyakiti saudara kristiani hari-hari ini bertebaran di media sosial. Dalam sebuah ceramah, UAS ditanya oleh seorang jama’ah terkait dengan kondisi dirinya yang merasa menggigil saat melihat salib. Jama’ah yang bertanya selalu teringat dengan patung yang berada di salib tersebut. Kondisi demikian ditanyakan pada UAS, kenapa hal itu bisa terjadi? Jawaban UAS sebagaimana biasa, sepertinya bercanda dengan mimik wajah yang khas kemudian menegaskan bahwa di dalam salib itu terdapat jin kafir. Jin itulah yang sesungguhnya mengganggu seseorang yang bertanya tadi, hingga diharapkan bisa mempengaruhi keyakinannya.


Video potongan ceramah UAS yang tiba-tiba tersebar hari-hari ini banyak yang menyayangkan. UAS pun melakukan klarifikasi atas uraiannya tersebut. Ia mengatakan bahwa ceramah itu terjadi di ruang tertutup hanya untuk jama’ah saja. Tidak dipublikasikan secara umum. Karena itu, ia merasa tidak bersalah sebab di dalam Islam ada keterangan yang menguraikan demikian. Selain itu, UAS juga menjelaskan bahwa video yang dipotong dan diviralkan tersebut merupakan ceramah yang sudah lama, sekitar 3 tahun lalu.

“Pertama, itu saya menjawab pertanyaan. Bukan membuat-buat untuk merusak hubungan. Kedua, itu pengajian di dalam masjid tertutup. Bukan di stadion, bukan di lapangan sepak bola, bukan di Tv, tapi untuk intern umat Islam menjelaskan tentang patung dan tentang kedudukan Nabi Isa a.s. untuk umat Islam dalam Al-Quran dan Sunah Nabi Saw. Ketiga, pengajian itu lebih dari tiga tahun yang lalu. Sudah lama. Di kajian subuh di Masjid An-Nur Pekanbaru karena saya rutin pengajian di sana, satu jam pengajian diteruskan dengan tanya jawab. Kenapa diviralkan sekarang? Kenapa dituntut sekarang? Saya serahkan pada Allah Swt. Sebagai warga negara yang baik saya tidak akan lari, saya tidak akan mengadu, saya tidak akan takut karena saya tidak merasa salah dan saya tidak ingin merusak persatuan dan kesatuan bangsa,” Kata UAS dalam ceramah terbarunya yang diunggah hari Minggu (18/8/19) di media sosial.

Tak lama setelah beredarnya potongan video UAS yang dianggap menyakiti umat Kristiani itu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melaporkan UAS ke Bareskrim Mabes Polri, Senin (19/8/2019). Laporan itu berisi tuntutan secara hukum bahwa UAS telah melakukan penistaan agama. Laporan tersebut terdaftar dalam nomor laporan LP/B/0725/VIII/2019/Bareskrim tanggal 19 Agustus 2019. Pelapor dalam hal ini adalah Korneles Jalanjinjinay dan terlapor Ustaz Abdul Somad. Pasal yang dilaporkan yakni Pasal 156 KUHP Tentang Tindak Pidana Penistaan Agama. Pada kesempatan yang sama, organisasi masyarakat Horas Bangso Batak (HBB) juga melaporkan Ustaz Abdul Somad ke Polda Metro Jaya. Laporan itu teregister dalam nomor laporan polisi LP/5087/VIII/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus tanggal 19 Agustus 2019.

Kasus ini tentu menimbulkan percik permasalahan yang tidak bisa dianggap sepele. Tokoh agama, baik Islam maupun Kristen angkat bicara terkait masalah ini. Dari kalangan muslim tidak sedikit yang menyayangkan pernyataan UAS itu. Tapi banyak pula yang justru menganggap bahwa kasus ini memang sengaja dimunculkan untuk menyerang UAS, sehingga mereka membela UAS. Sementara, tokoh-tokoh Kristen sebagian justru menganjurkan untuk memberi maaf dan tidak membesarkan kasus ini. Tapi tidak sedikit pula yang ingin memperkarakannya, khususnya dari kalangan pemuda kristen.

Kasus UAS ini mengingatkan kita pada Pak Ahok yang tempo hari dilaporkan oleh pihak tertentu sebab pernyataannya yang dianggap menista agama dalam suatu acara. Hingga akhirnya demi menuntutnya dipenjara, aksi berjilid-jilid digelar besar-besaran oleh sebagian kalangan umat Islam. Proses hukum kemudian dilakukan dan menghasilkan keputusan yang sangat mengejutkan bahwa pak Ahok telah melakukan penistaan agama sebab pernyataannya yang menyinggung umat Islam dengan mengutip Al-Maidah ayat 51 dengan mengatakan bahwa tak ada larangan nonmuslim menjadi pemimpin. Tapi yang menjadi menarik, ternyata Ahok menerima putusan hakim dengan legowo dan harus mendekam di penjara selama 2 tahun.

Kembali pada kasus UAS. Ceramah itu memang mulanya tidak disebarkan secara umum, tapi di era digital ini tak ada yang bisa ditutupi. Bisa jadi jama’ah telah merekamnya dan ingin turut menyebar ilmu. Tapi naif, ternyata justru menjadi blunder bagi Ustadznya. Sebab ada yang memotong video tersebut dan menjadi masalah ketika tersebar di media massa secara bebas dan benar-benar ditanggapi oleh kalangan umat kristen.

Sebagaimana ada kalangan umat Islam dulu yang merasa sakit hati pada Ahok. Demikian pula ada sebagian kalangan umat kristen merasa sakit hati dan menganggap UAS telah melakukan penistaan agama kristen. Karena itu perlu dilaporkan, agar tidak diulangi di kemudian hari. Tapi, ada sebagian tokoh kristen yang menganjurkan agar memaafkan saja.

Mengikuti perkembangan kasus ini membuat kita ingat satu pesan dalam Al-Quran, surat Al-An’am ayat 108, yang mewanti-wanti agar tak perlu menghina-hina sesembahan agama lain. Sebab jika itu terjadi, mereka akan berbalik melakukannya dan memungkinkan berbuat lebih nista sebab tak memahami seutuhnya bagaimana hakikat Islam itu.

Sangat disayangkan kalau ternyata UAS berpendirian tidak merasa bersalah sebab yang disampaikan ia tegaskan sebagai sebuah kebenaran yang terdapat dalam Islam. Tidak mustahil jika kasus ini terus menerus dibicarakan dan tak ada lapang dada untuk saling meminta dan memberi maaf, akan terjadi konflik horizontal di kalangan masyarakat majemuk ini. Bukankan Indonesia telah komitmen dengan kebhinnekaannya. Lantas mengapa harus tersulut dengan hal-hal sepele yang sebenarnya bisa selesai hanya dengan saling mengerti dan memberi maaf.

Sepertinya memang ada yang sengaja bermain dalam suatu konflik untuk mendapat keuntungan semu. Orang yang pertama kali menyebar potongan video UAS itu mungkin juga harus bertanggungjawab sebab telah memantik kegaduhan.

Sebagaimana Buni Yani dahulu yang menyebarkan video pak Ahok. Meski sebenarnya video yang disebar itu telah beredar lama tanpa dipotong. Tapi sebab dipotong dan dibuat narasi dalam caption yang bernada provokatif, akhirnya membuat banyak orang sakit hati. Begitu pula orang yang memotong video UAS dan menyebar video itu dengan nada provokatif harus pula bertanggungjawab.

Ada perbedaan yang mencolok dalam kedua kasus ini. Ahok yang sudah dilaporkan itu dengan penuh tanggungjawab meminta maaf atas kekhilafan pernyataannya yang dianggap telah menyakiti sebagian umat Islam tersebut. Namun sebaliknya, UAS yang dianggap berilmu agama sangat dalam, justru tak sedikitpun gentar dan enggan meminta maaf jika pernyataannya menyinggung umat kristiani. Bukankah dengan meminta maaf akan menunjukkan jiwa besar yang sangat mulia. Toh, juga tak mungkin merendahkan dirinya.

Ikhtiar Meredam Konflik

Belum tuntas membicarakan UAS, media sosial kembali dihebohkan dengan persekusi terhadap warga Papua di sejumlah kota besar di Indonesia. Informasi yang paling menyakitkan terjadi di Surabaya. Potongan video yang tersebar saat penggerebekan asrama mahasiswa Papua sangat memilukan. Nada-nada sarkasme dan rasis terlontar dari mulut oknum penegak hukum dan sebagian orang yang kemungkinan juga tersulut berita yang belum pasti kejelasannya. Informasi tentang adanya bendera merah putih yang dirusak di depan asrama papua itu dicurigai fiktif belaka. Meskipun itu benar, tapi kepastian pelakunya belum jelas apakah memang benar mahasiswa Papua itu.

Sejumlah ormas yang digerakkan oleh koordinator lapangan yang belakangan diketahui bernama Tri Susanti, mengaku bahwa tindakannya berdasarkan informasi yang didapat terkait adanya bendera merah putih yang dirobek dan dibuang di selokan yang dicurigai dilakukan oleh mahasiswa Papua di asrama Papua, Surabaya itu. Sebagaimana diberitakan merdeka.com.

Penggerebekan dan persekusi telah terlanjur terjadi meski belum ada klarifikasi kebenaran motif yang melatarbelakanginya. Potongan video kejadian ini telah tersebar luas di media sosial. Menyulut emosi warga Papua di pulau Papua. Senin, 19/8/2019, terjadi kerusuhan di Manokwari. Warga Papua merasa dipandang sebelah mata oleh pemerintah Indonesia. Mereka terpantik oleh informasi adanya persekusi di Surabaya dan Malang terhadap warga Papua.

Nahas, kantor DPRD manokwari ludes terbakar dan sejumlah bangunan rusak diamuk masa. Kasus ini direspon oleh sejumlah kalangan pemerintah diharapkan agar tidak meluas dan berlarut-larut. Beruntung Kapolri bertindak sigap menangani kasus ini. Kapolri Jendral Tito Karnavian berangkat ke Surabaya dan meninjau langsung motif adanya peristiwa persekusi itu. Bersama Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jatim, mereka berdua bersepakat untuk mengklarifikasi motif peristiswa yang menyakiti hati warga Papua di Surabaya dan juga yang ada di Malang. Khofifah menyatakan dalam sebuah video yang tersebar bahwa sesungguhnya pelaku-pelaku persekusi itu tidaklah mewakili warga Jatim, khususnya Surabaya. Gubernur Jatim itu juga meminta maaf dengan tulus atas terjadinya peristiwa ini. Ia akan menjamin keamanan dan kenyamanan warga Papua yang sedang menempuh pendidikan di Jatim, khususnya di Surabaya dan Malang.

Sebagaimana diberitakan kompas.com, Senin, 19/8/19, Khofifah menghubungi Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan berkomiteman untuk menjaga kondusifitas. Keduanya bersepakat untuk saling mengerti dan memberi maaf. Keduanya menegaskan bahwa semuanya adalah bersaudara. Papua adalah Indonesia. Semuanya bersatu di bawah naungan pancasila. Bhinneka tunggal eka. Berbeda-beda tetapi tetap satu.

"Kami telepon Gubernur Papua, mohon maaf. Sama sekali itu bukan suara Jatim. Harus bedakan letupan bersifat personal dengan apa yang menjadi komiten Jatim," kata Khofifah dalam jumpa pers bersama Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Khofifah juga menjelaskan, "Komunikasi kami sangat intensif. Masing-masing harus bangun satu komitmen untuk menjaga NKRI, Pancasila, dan Merah Putih.”

Belajar dari kasus yang hari-hari ini banyak dibicarakan, harus membuat bangsa ini semakin dewasa untuk menatap masa depan. Kasus-kasus kecil yang memantik api kebencian harus segera dipadamkan. Komitmen untuk saling menjaga dan menghargai harus dipertegas.

Pemahaman agama yang baik dalam semua umat beragama yang diakui di Indonesia akan sangat membantu meredakan konflik-konflik yang kemungkinan memang sengaja dimunculkan oleh sebagian oknum bangsa Indonesia sendiri.

Rela meminta maaf dan memberi maaf adalah tindakan yang sangat mulia. Apakah lantas perlu merasa hina jika semuanya bersedia melakukan hal-hal mulia itu? Jika ada titik-titik yang bisa mempertemukan dan mempererat persaudaraan kenapa harus mencari hal-hal sepele yang menyulut api kebencian yang bisa merenggangkan persaudaraan anak bangsa? Bukankah kebaikan itu adalah inti dari kehidupan ini sebelum kelak menghadapi hari akhir.

Damailah negeriku!


Abd. Hakim Abidin
Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarfi Hidayatulloh, Jakarta  fb

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama