Demi Masa

PERCIK.ID- Beberapa waktu yang akan datang, saya mungkin akan memakai kacamata sebagai alat bantu melihat. Bertahun kemudian, saya akan dibantu tongkat untuk berjalan. Dua benda tadi perlahan telah mulai menghampiri. Tinggal usia saya nanti nyucuk atau tidak pada kedua benda itu.


"Demi masa seseungguhnya manusia dalam kerugian". Ayat ini sungguh nyata mengintai setiap manusia dengan segala kesia-siaan yang diakui atau tidak diakui, disadari atau tidak disadari.

"Kecuali orang-orang yang beriman". Membaca ayat ini manusia bisa mengulang membaca kisah-kisah masa lalu. Nabi Adam as - Iblis, Habil - Qabil, Nabi Ibrohim as. - Namrud, Nabi Musa as. - Fir'aun, dan lain-lain.

"Dan orang-orang yang beramal solih". Betapa keimanan mereka pada Alloh swt. telah menyelamatkan mereka dari berbuat dholim, kepada dirinya sendiri, pun pada orang di sekitarnya. Keimanan yang mengantarkan mereka untuk berhubungan baik dengan Alloh swt. lewat ubudiyah dan berhubungan baik dengan sesama lewat mu’amalah. Mereka tidak hanya dikenang sebagai Nabi yang mengajak umatnya untuk ngawulo sebagai abdi Tuhan. Namun, mereka juga mengajak umatnya untuk melawan kelaliman, melawan segala bentuk penindasan. Mereka membersamai umatnya dalam penegakan hak-hak asasi manusia. Tak hanya disitu, mereka juga meletakkan pondasi keadilan (kelas) sosial bagi umatnya.

"Dan berwasiatlah dalam kebenaran". Sebagai penyampai, mereka tahu betul, bahwa usia akam memisahkan raga dengan ruh, memisahkan kebersamaan mereka (dalam alam jasmani) dengan umatnya. Sehingga mereka mengkader umatnya untuk melanjutkan estafet perjuangan dalam kebaikan. Saling mengingatkan untuk bisa menahan diri dalam hal-hal baik dan menahan diri tidak masuk dalam hal-hal tidak baik. Agama telah menguraikan dan secara nyata membedakan dua hal itu. Walau, kepentingan membuat keduanya jadi samar.

"Dan berwasiatlah dalam kesabaran". Bersabar dalam tidak menuruti segala kepentingan pribadi yang sadar atau tidak merampas hak kepentingan orang lain. Bersabar dalam tetap menghamba dalam arti sebenarnya. Tak ada rasa besar sedikitpun di hadapanNYA.  Tak ada kuasa sedikitpun yang melekat kecuali dariNYA. Sehingga dalam menghamba ada kesabaran untuk tak lekas jumawa, untuk tak lekas mengapling janji-janji yang telah diberiNYA.

Juga bersabar menjaga jarak dari ruang-ruang maksiat. Bersegera kembali (bertaubat) bahkan hanya karena sudah di ambang pintu yang sungguh menggoda itu. Semua tadi tidak hanya dipesankan para Nabi dan penerusnya lewat ucapan, mereka pun telah mempraktikkannya dengan perbuatan. Dan secara nyata, Alloh swt. telah menjadikan mereka teladan bagi manusia yang sezaman dan setelahnya, sebagai manusia yang beruntung. Manusia yang beriman dan beraman sholih, manusia yang mendapat nikmat dariNYA.

Waktu-waktu yang telah lewat, entah masih berapa banyak ruang-ruang maksiat yang telah saya lewati tapi belum kunjung saya taubati. Entah berapa kali kesempatan mengawula, timbul rasa bangga, timbul rasa lebih unggul dari manusia lainnya.


Waktu-waktu yang akan datang, rencana untuk bertaubat dan ngawulo sudah ada sejak tahun-tahun sebelumnya. Kepentingan sungguh tantangan yang nyata mewujudkan keduanya. Semoga di sisa usia, Alloh senantiasa melimpahkan rohmatNYA, dan memberi kita kesadaran akan segala kasih sayang yang telah diberiNYA.

Dzulfikar Nasrullah
Khadim di Madrasah Diniyah Takmiliyah Al-Fithrah Surabaya. fb          

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama