Menajamkan Pandangan Kemanusiaan

PERCIK.ID- Pesta meriah bukan main. Jamuan makanan dan minuman yang serba mewah tersaji di depan mata para undangan. Pemusik terbaik ditampilkan, turut memeriahkan pesta sang raja. Nampaknya ini pesta bukan sembarang pesta, ini pesta khusus. Hanya orang-orang penting saja yang mengisi daftar undangan. Cuma ada satu nama dari kelas jelata tertera di sana: Abu Nuwas namanya, atawa Abu Nawas terkenalnya.


Ya, Abu Nawas memang kenal dekat dengan sang Raja, Harun ar-Rosyid, kerap pula ia diminta sang raja untuk urun rembug menyelesaikan persoalan-persoalan pelik yang dihadapi sang raja; dari masalah pribadi sampai masalah negara. Tentu saja, Abu Nawas bukan jelata kebanyakan. Ia punya kecerdasan sekaligus kecerdikan serta kelicikan dengan dosis yang sama pada dirinya. Itulah sebabnya, raja kerap meminta bantuan kepadanya.

Malam itu Abu Nawas datang terlambat ke pesta. Tidak sebagaimana semua tamu undangan yang bersolek ria dengan pakaian dan perhiasan terbaik, Abu Nawas datang dengan baju yang biasa ia kenakan setiap hari, serta peci merah yang telah pudar warnanya. Selinting kretek menyala terjepit diantara jadi telunjuk dan jari manisnya. Berjalan santai sambil kebal-kebul menuju pintu masuk pesta yang dijaga dua pemuda tegap klimis yang senantiasa waspada pandangannya. Dengan santai Abu Nuwas melangkah melintasi dua pemuda itu. Selangkah kemudian, Abu Nawas merasakan ada tarikan kuat di bagian lehernya. Satu dari pemuda itu menarik kerah bajunya, satunya lagi sigap menghadangnya dari depan sampil meyetopnya dengan tangan kanannya. Gerakan pemuda itu hampir tak ada bedanya dengan polantas tukang tilang di perempatan Pahlawan.

"Mau kemana, pak?"

"Mau ke pesta, saya diundang raja."

"Ada buktinya, bawa undangannya?"

"Lho, raja ngundangnya pakai mulut. Masak harus saya bawa mulutnya."

"Anda gila. Pasti orang gila. Atau gembel, atau Anda nggembel lalu jadi gila."

"Kalau saya gila, tentu saja tak bakal mengundang saya."

"Tengoklah. Apakah ada di antara para tamu yang pakaiannya kusut dan lusuh seperti punyamu? Raja tak mungkin mengundang orang sepertimu."

Abu Nawas mendesah pelan, "Coba suruh kawanmu melepaskan cengkeramannya di leherku. Aku mau pulang."

Abu Nawas balik arah, berjalan lebih cepat menuju rumahnya. Setibanya di rumah, ia cari pisau cukur, ia rapikan jenggot san kumisnya. Dibukanya lemari pakaian yang cuma berisi satu stel pakaian saja itu, diambilnya baju berhias emas hadiah raja yang tak pernah ia kenakan sekalipun, ia letakkan di kursi kayu reot meliknya satu-satunya dan pergi ke sumur untuk mandi. Setelahnya, ia kenakan baju mewah itu, tak ketinggalan semprotan minyak kasturi macan kerah. Ia keluar rumah, berjalan elegan menuju pesta yang tadi ia dilarang masuk oleh dua penjaganya.

"Silakan tuan, silakan, raja sudah menunggu Anda."

"Apa gerangan yang membuat kalian yakin bahwa saya adalah tamu undangan sang raja?"

"Tentu saja pakaian tuan yang berlapis emas itu. Juga parfum tuan yang nampaknya berasal dari negeri seberang yang jauh. Pakah itu kasturi macan kerah, tuan?"

"Betul sekali. Baiklah, baiklah, coba ambilkan minuman untukku."

Seorang pemuda bergegas mengambilkan minuman. Abu Nuwas mecopot pakaiannya, kemudian menguwel-uwelnya, lalu menjejalkannya di gelas minuman yang masih di bawa pemudaa itu.

"Sesungguhnya baju itulah yang hendak kalian jamu. Suruh ia minum sepuasnya. Jangan lupa ambillan juga semur unta muda untuknya, juga sate burung unta betina."

Abu Nawas pergi tanpa pamit, meninggalkan dua pemuda yang melongo dan baru sadar bahwa tamunya barusan adalah orang yang mereka larang masuk ke pesta beberapa saat lalu.

Cerita di atas tentu cukup jelas dipahami oleh orang-orang cerdas seperti pembaca sekalian. Saya tuliskan dengan agak emosi sehabis istri cerita ia ditanya rekan kerjanya tentang berapa nominal belanja bulanannya dan apa pekerjaan suaminya. Seminggu setelahnya ia saya belikan ipad terbaru (baru setahun terpakai maksudnya), seminggu-dua minggu ke depan ia juga musti upgrade iphone 6s-nya ke 7 plus lah minimal, atau iphone XS Max sekalian. Vario 125cc itu juga musti upgrade ke Honda Civic terbaru.

Orang dihormati karena pakaian, karena aksesoris-aksesoris. Orang-orang makin sulit menemukan manusia pada diri manusia. Yang mereka temukan adalah kepalsuan-demi kepalsuan.

Cerita kedua adalah refleksi atas perlakuan manusia kepada manusia lainnya di cerita pertama. Reaksi pada cerita kedua bisa jadi hal yang bagus atau sebaliknya. Tetapi, kebanyakan dari kita bahkan tak bisa bereaksi apa-apa dan terpaksa menerima keadaan. Itu juga bisa jadi sikap yang bagus, bisa juga sebaliknya. Yang pasti, pada kedua cerita itu, kita menemukan suatu hubungan antar manusia yang menyedihkan, yang terus menerus dipelihara ribuan tahun. Kita kehilangan ketajaman cara memandang serta proporsi berpikir atas manusia lainnya. Terlalu banyak embel-embel, yang barangkali memang tidak akan bisa sepenuhnya kita hilangkan, meski tak mustahil untuk direduksi demi hubungan kemanusiaan yang indah dan penuh cinta. 

Hari ini memang repot jadi manusia, saya sarankan Anda mendengarkan sebuah lagu dari Ikhsan Skuter yang berjudul "Bingung";

Kiri dikira komunis
Kanan dicap kapitalis
Keras dikatai fasis
Tengah dinilai tak ideologis
Muka klimis katanya necis
Jenggotan dikatai teroris
Bersurban dibilang kearab-araban
Bercelana Levi's di-bully kebarat-baratan
Diam dianggap pasif
Lantang katanya subversif
Bertani dianggap kuno
Jadi pegawai distempel mental londo
Memilih jadi kere salah
Ingin kaya sangatlah susah
Belum berhasil dihina
Sukses jadi omongan tetangga

Syafiq Rahman
Freelence Writer & Pedagang Buku "Makaru Makara"  fb          

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama