PERCIK.ID- Seiring dengan hari besar bangsa Indonesia yang
tidak pernah luput untuk disyukuri: Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia, ada juga momentum yang juga menjadi hari besar Islam masyarakat
Indonesia: Tahun Baru Islam 1442 Hijriyah. Terkhusus tahun 2020 ini keduanya
mungkin tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya, pandemi Covid-19 sedang Alloh
karuniakan tidak hanya untuk Indonesia, namun juga untuk seluruh dunia. Mau
tidak mau, terpaksa atau sukarela, situasi dan kondisi ini rupanya menjadikan
kita untuk memutar otak dan akal agar bisa melaksanakan kesibukan sebaik
mungkin.
Dengan segala kekurangannya, sepertinya kita
justru lebih kreatif dalam berkarya. Bagaimana tidak? Terobosan-terobosan
bermuamalah seperti berdagang, pembelajaran, urusan kantor, bahkan pengajian
pun dilaksanakan dengan aturan protokol kesehatan atau melalui daring (dalam
jaringan). Kita yang awalnya masa bodoh dengan teknologi, acuh tak acuh dengan
kesehatan menjadi lebih sadar terhadap keduanya karena keduanya mendukung tata
pola kehidupan di tengah pandemi ini.
Manusia dengan fitroh sebagai kholifah di muka
bumi ini bertugas untuk meneruskan risalah kerahmatan Rosululloh Muhammad saw.
yang ramah dan menyejukkan. Kegentingan situasi pandemi yang ada ini bagi umat
Rosululloh adalah hal yang sangat bisa teratasi. Muslim-mukmin yang serius
terhadap keyakinannya tidak akan latah dalam menyikapi setiap gejolak, dalam
kewaspadaannya ia akan tenang dan tidak sembrono.
Salah satu kesyukuran kita di tengah pandemi
dimana ruang gerak kita terbatas ialah betapa banyak kesempatan dan waktu untuk
menyelami keilmuan. Membuka kembali serpihan-serpihan ilmu yang terlewatkan
atau terlupakan, seperti halnya ilmu bab niat yang harus ditela’ah dan diresapi
kembali. Niat biasanya menjadi bab pembuka di banyak kitab para ‘alim. Niat
menjadi sesuatu yang pertama dan utama dalam sebuah amal. Niat menjadi penentu
Alloh mengiyakan atau menolak sebuah bentuk peribadahan. Innamal a’malu bin-niyat
kerap kita dengarkan, setiap amal tergantung niatnya. Nasihat dari hadis tersebut
menjadi warning bagi kita untuk meniatkan setiap laku amal yang akan
kita kerjakan. Seperti petuah, pikir dulu baru bicara begitupun amal, niatkan
dulu baru kerjakan.
Peluang untuk beramal baik saat ini sangatlah
besar, kesempatan untuk bersedekah, berinfaq, atau memberikan hadiah kepada
muslim-mukmin terdampak Covid-19 menjadi ladang amal yang bisa menjadi pemberat
amal kita di hari pertimbangan. Akan tetapi, sia-sia bisa saja terjadi ketika
awal perbuatan tersebut keliru, niat dalam kebaikannya tidak benar. Maka, untuk
kehati-hatian dalam beramal para guru ngAJI sering dawuh agar selalu tajdidul
niat, memerbarui niat. Ia merupakan pangeling-eling yang manjur
untuk mengokohkan hati ini dalam beramal baik, meniatkan segalanya dengan tulus
dan ikhlas hanya untuk Alloh swt. Mengulang-ulang kembali niat agar senantiasa
terbiasa dengan kecenderungan pada Alloh Robb Semesta Alam.
Sering kita dengar betapa banyak amalan yang terlihat
baik namun ternyata tidak sampai padaNYA, namun amal yang tidak terlihat ritual
justru ternilai sebagai bentuk ibadah yang Alloh terima. Pembedanya terletak
pada niat yang lillahi ta’ala. Ketika akhir-akhir ini banyak sekali
berseliweran di media sosial kalimat mutiara, ”Semoga lelah ini menjadi lillah,”
bagi saya mungkin lebih tepat menjadi “Semoga lillah ini berbuah
berkah.” Lillah adalah awal sebuah niat. Lillah yang artinya
karena Alloh sepatutnya ada di depan, ia menjadi sebab bukan sebuah akibat. Ia
menjadi niat yang besar melebihi niat besar selainnya. Yakinlah bahwa ketika
segala sesuatunya karena Alloh menjadi semua mula, ia akan berbonus kebaikan
dan keberkahan yang tidak akan disangka-sangka. Mengasah niat, muspro pun
minggat.
www.percik.id
BalasHapusPandu T. Amukti
Mengasah Niat, Muspro pun Minggat