Binatang, Berakal atau Tidak?

PERCIK.ID- Teman-teman pembaca percik.id. Kalau boleh memberi saran, kita ini sebaiknya jangan terlalu berharap pada sesuatu yang belum pasti. Semisal sebuah tulisan yang kita baca akan selalu memberikan asupan ilmu atau informasi tepat seperti yang kita inginkan.

Bukan apa-apa, untuk jaga-jaga saja supaya tidak kecele kalau jebul ia tidak sesuai ekspektasi. Lebih baik begitu, karena kecewa itu sakit. Rasanya seperti lama menyusuri lorong link streaming film, atau nonton pertandingan bola live, tetapi ujungnya “404 file not found”.

Mengenai tulisan, ada berbagai macam bentuk tulisan bagus. Karena muatan isinya yang informatif, membuka cakrawala berpikir, menarik kepada suatu kesadaran tertentu yang bersifat ilmiah atau bathin, atau karena mengandung frase-frase humor yang membuat kita terpingkal, dan bisa juga karena alasan-alasan yang lain, sesuai "warna" penulis dan minat pembacanya. Terlebih tulisan yang bisa merangkum semua kemungkinan itu. Sebab, teman-teman tahu, melucu dengan tulisan ternyata tidak semudah melucu dengan lisan. Kita perlu memilih diksi dan menggunakan tanda baca tertentu untuk memperjelas kepada pembaca bahwa sebetulnya kita sedang melucu, dan supaya ia tertawa dan itu tidak mudah.

Meski tidak sedikit yang tidak berhasil, tetapi pada dasarnya tiap-tiap penulis selalu memiliki harapan baik. Yakni menularkan hal positif -dalam bentuk apa saja- yang dimilikinya kepada orang-orang yang membaca tulisannya. Sama seperti motto dari website yang pembaca kunjungi ini, Percik.id, “-Menyuguhkan tulisan-tulisan menyegarkan dan menyejukkan-". Dan penulis pikir percik.id sudah melaksanakan misi yang diemban dalam mottonya itu dengan baik.

Disini, teman-teman pembaca akan menemukan banyak sekali tulisan bagus dalam berbagai macam genre. Kalau tidak percaya, ya mudah, cukup cek saja dan baca satu persatu tulisannya. Hehe.

Kalapun ada tulisan yang “menyimpang” dari yang lain, alias tidak begitu jelas arah dan juntrungnya, mungkin cuma beberapa. Tulisan yang sedang Anda baca inilah salah satunya. Sebab penulis bukan hendak membagi suatu pengetahuan atau informasi tertentu, melainkan akan bertanya tentang suatu hal yang jarang dibahas karena dirasa sudah mafhum dan pasti.

Ialah “Apakah benar bahwa perbedaan antara manusia dengan hewan itu ada pada akalnya?”, atau lebih tepatnya, “Apakah benar hewan tidak memiliki akal layaknya manusia?”

Penulis pikir tidak banyak orang yang mempertanyakan ulang hal ini karena ia menjadi semacam pengetahuan umum yang sudah kita telan sejak masih di sekolah dasar. Kita merasa nyaman dan enggan untuk berpikir ulang, “Apakah itu benar?” Mungkin karena terlanjur senang karena ternyata ada alasan ilmiah yang membedakan kita dengan kambing, misalnya.

Mengapa hal itu penulis tanyakan, karena kalau mengacu pada kisah-kisah di dalam kitab suci, misalnya kisah tentang pimpinan kawanan semut yang memperingatkan rakyatnya untuk bersegera masuk lubang rumah masing-masing supaya tidak tergilas pasukan Nabi Sulaiman as. yang akan melewati jalan itu, akan tergambar bahwa binatang semut pun juga memiliki kemampuan untuk berpikir, menalar, dan menimbang sesuatu. Kemampuan yang sama seperti yang dimiliki manusia -berkat akalnya- untuk mempertahankan diri.

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari" (Qs.an-Naml [27]: 18)

Pada ayat selanjutnya diceritakan bagaimana Nabi Sulaiman as. yang memang dikaruniai keistimewaan menguasai bahasa semut, mendengar percakapan dan seruan mereka. Lantas Sang Nabi pun mengajak pasukannya melewati jalan lain untuk menghindari kawanan semut.

“Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo’a, "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMU yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhoi; dan masukkanlah aku dengan rohmatMU ke dalam golongan hamba-hambaMU yang solih". (Qs.an-Naml [27]:19).

Bukankah kemampuan menalar dan mempertimbangkan sesuatu adalah bagian dari fungsi akal?

Di dalam benak penulis, pikiran itu berlanjut. Karena setiap kali berak di kamar mandi dan mendapati banyak semut lalu lalang di sana -dan selalu seperti itu setiap hari-, penulis selalu menyempatkan diri untuk memandangi mereka dan bergumam dalam hati seakan-akan mengajak mereka berbicara, “Muuut semut, apa kamu tidak tahu kalau ini kamar mandi, tempatnya air? Kamu pasti akan tenggelam dan terbawa air ke selokan, lalu mati!”

Sangat mungkin semut juga mengalami evolusi, karena ia makhluk hidup. Tetapi apakah di dalam dunia semut juga terjadi kemerosotan nilai dan penurunan kualitas seperti yang terjadi dalam dunia manusia ?

Atau semut jaman sekarang memang sudah tidak memiliki kemampuan berpikir dan menalar seperti semut jaman Nabi Sulaiman ?

Jadi bagaimana menurut teman-teman?

Deni Nashrulloh
Pemimpin Redaksi Bulletin Lembar Jum'at "al-Fath"  fb
Tulisan Deni Nasrulloh yang Lain

إرسال تعليق

أحدث أقدم