PERCIK.ID- Hidup itu jangan terlalu serius, ya tho? Penulis tidak sedang menyarankan pembaca agar menjalani hidupnya
dengan sembrono. Yang hendak penulis
sampaikan adalah, tidak semua yang kita sangka baik itu jebul benar-benar baik lho.
Kadang-kadang, dorongan-dorongan yang muncul di pikiran yang kita sangka mulia,
karena lahir dari sikap hati-hati, malah keliru apabila benar benar kita
lakukan.
Contoh sederhananya seperti ini.
Suatu ketika kita menjumpai sampah di jalan. Lantas muncul
dorongan untuk memungut, dan meletakkannya di tempat sampah. Saat kita baru
hendak bergegas, lha kok pas waktu itu ada guru kita melintas. Lalu kita
batal mengambil sampah itu dan membiarkannya, lantaran khawatir, kalau-kalau
kita melakukannya bukan dengan niatan yang ikhlas, tetapi karena ingin riya’ di
depan guru kita.
Lhaaaa ini yang
salah. inilah yang keliru. Terhentinya perbuatan baik, karena perasaan atau
anggapan yang sama sekali tidak berdasar.
Mengenai ini, Syaikh Abdurrohman Ba’lawi menjelaskan dalam
kitab beliau, Bughyah al-Mustarsyidin. Di bagian awal kitab beliau menulis,
من مكايد السيطان
ترك العمل خوفا ان يقول الناس انه مراء، لأن تطهير العمل من نزغا الشيطان بالكلية
متعذر، فلو وفقنا العبادة عل الكمال لتعذر الإشتغال بشيئ من العبادة، وذلك يوجب
البطالة التي هي أقصى غرض الشيطان
Menurut Syaikh Ba’lawi, munculnya perasaan khawatir salah
niat, takut tidak mampu menjaga hati, was-was, dan jenis jenis perasaan lain
yang malah membuat kita terhalang dari mengerjakan kebaikan, adalah makayidus
syaithon. Goda’an setan. Kalau tak berhasil mendorong manusia berbuat
buruk, dia lakukan jalan lain. Mencegah manusia dari kebaikan. Itulah
tujuannya. Salah satunya dengan meniupkan bisikan-bisikan yang seolah olah
mulia itu.
Jadi kesimpulannya, bersikap hati-hati (ikhtiyath)
dan menjaga kemurnian niat agar tetap ikhlas lillahi ta’ala itu satu
keharusan. Tapi untuk berbuat baik, terlebih hal-hal yang bermanfaat untuk
orang lain, kita tidak perlu menunggu sampai mampu melakukannya secara
sempurna. Mengutip Syaikh Abdurrohman Ba’alawi di atas, pada dasarnya menjaga
niat agar selalu lurus 100% adalah pekerjaan yang amat sulit, kalau tak disebut
mustahil. Kita tak akan sempat berbuat baik kalau terus menyibukkan diri dengan
kekhawatiran semacam itu. Jadi, lakukan kebaikan, upayakan menjaga niat, dan tak
usah perdulikan perasaan-perasaan sumbang.
Sudah, itu saja!
www.percik.id
BalasHapusIkhtiyath yang Keliru