Masker dan Handsanitizer adalah Representasi Penangkal Kecerewetan Kita

PERCIK.ID- Pendemi corona telah menyebar luar keseluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Sampai saat ini, negara +62 telah mencatatkan ratusan penduduk meninggal, dengan ribuan catatan orang positif terjangkit virus ini. Tentu kita prihatin dengan hal ini, tapi juga harus belajar dan mengambil pelajaran dari apa yang sekarang terjadi.

Ada orang yang mempelesetkan corona dengan "congorna" atau "corongna". Kata ini, kurang lebih bermakna mulut kita.

Maka, ada sebagian orang yang mengatakan bahwa cirus corona sesungguhnya tidak sebanding dengan virus "congorna" yang telah merebak bertahun lamanya. Orang begitu cerewet menanggapi soal apapun, seolah dirinya merupakan pakar paling ahli. Bahkan kadang tak segan untuk mencaci maki orang lain, merendahkan, menghina, mengumbar aibnya, menjelek-jelekkannya. Orang -dengan mulutnya- seolah bebas membicarakan orang lain.

Lepas dari pelesetan itu, pemerintah dan berbagai elemen telah melakukan berbagai upaya-upaya untuk menangkal penyebaran virus ini. Segala tindakan dilakukan demi terselamatkan dari virus yang tidak terdeteksi penyakitknya secara kasat mata tersebut. Sebab orang bisa tampak trengginas, padahal virus ini sedang menghinggapinya.

Kemudian, karena tidak sadar terkangkit virus ini, ia tetap beraktifitas seperti biasa dan dengan mudah menularkan pada orang lain. Toh penularan virus ini begitu mudah dan tak kasat mata. Tiba tiba menular begitu saja.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga dan menghindari peluran virus ini dengan menggunakan masker dan handsanitizer. Masker untuk mulut, handsanitizer untuk tangan.

Kalau kita cermati, bukankah upaya yang dilakkan dalam menangkal dan menghindarkan diri dari virus corona ini juga sama dengan virus “congorna”?

Cerewetan dan nyinyiran orang distrerilkan dengan masker dan handsanitizer. Sebab telah banyak mulut yang menebar “virus-virus benci, virus yang bisa merusakkan jiwa, dan busukkan hati” dengan brutal dan ugal-ugalan. Juga telah banyak jari menuliskan ajakan, ajaran, dan provokasi keburukan.

Maka bukankah ini sungguh momentum yang pas untuk juga memaskeri mulut kita yang sering cerewet, nyinyir, dan sok tahu dalam menanggapi segala sesuatu? Bukankah ini pula momen pembelajaran yang pas untuk menghandsanitizer jari tangan kita yang sering usil mengetikkan sesuatu yang menyakiti hati orang lain?

Barangkali ini merupakan sebagian pembelajaran bagi kita untuk menekan diri, menahan mulut kita untuk berbicara dan menulis yang tak semestinya. Stay at home, social distancing (dan tentu saja berdo’a) sebagai upaya dan tindakan pencegahan merebaknya virus ini. Terlebih agar kita dan orang di sekitar kita tidak tertulari.

Demi kemaslahatan bersama, hal ini tentu tidak lebih sulit daripada benar-benar terjangkita. Kecemasan, kepanikan, ketakutan, harapan, berbaur menjadi satu.

Ini pilihan realists yang harus diambil. Tindakan yang “mudah”. Bahkan mungkin lebih mudah daripada melupakan dia yang telah berbahagia dengan orang lain.  

Ahmad Yusuf Tamami Muslich
"Penulis Rubrik Suluh Majalah MAYAra" fb  

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama