Surga Para Pendosa di Tangan Gus Baha

PERCIK.ID- Beruntung sekali Tuhan menciptakan sosok manusia seperti Gus Baha. Kiai asal Rembang yang terkenal alim, cerdas, sederhana, dan diidentikkan sebagai pembela kaum-kaum pendosa. Keberadaan Gus Baha membuat orang seperti saya merasa sangat terbela, lebih-lebih di tengah maraknya aktivitas dakwah yang seringnya mengenalkan Tuhan sebagai zat yang pendendam, suka menghukum, gampang uring-uringan, dan ringan tangan dalam memberikan siksaan. Tuhan, oleh beberapa penceramah lebih dipopulerkan sebagai sosok yang mengerikan. Kayak-kayak Tuhan ini tidak ada selow-slow-nya babar blas.


Beberapa orang mungkin akan tersadar setelah merenungkan isi ceramah yang modelnya seperti itu. Mereka akan lebih banyak merenungkan setiap tindak-tanduk yang telah atau akan mereka kerjakan. Mereka pada gilirannya akan melandasi setiap laku hidup atas dasar ketakutan-ketakutan. Misalnya, takut kalau salatnya tidak sah, puasanya tidak diterima, takut kalau mati su’ul khatimah, takut masuk neraka, takut tidak diampuni, dan ketakutan-ketakutan yang lain.

Bagi mereka, mungkin konsep yang demikian itu membuat mereka lebih nyaman dalam beribadah dan menjalani segala macam perintah agama. Pasalnya, dengan begitu mereka merasa akan semakin dekat dengan Allah, selalu mengingat-NYA kapan pun dan di mana pun agar Allah juga senantiasa mengingat mereka. Sebagaimana Alloh  berkata dalam kitab suci-NYA: “Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingatmu” (Qs.al-Baqoroh [2]: 152).

Tapi tidak bagi orang seperti saya. Saya justru sangat sumpek jika dihadapkan dengan cara dakwah yang cenderung menakut-nakuti. Dalam hati saya membatin, apa 6.666 ayat dalam Alquran isinya cuma ancaman-ancaman? Kalau begitu, apa dong bedanya Tuhan sama preman? Dikit-dikit ancam, dikit-dikit hukum, dikit-dikit lama-lama jadi bukit tuh. Masa iya Tuhan se-baperan dan se-diktatoral itu?

Sampai kemudian muncullah sosok manusia bernama KH. Bahauddin Nursalim a.k.a Gus Baha. Sejak pertama kali video ngajinya nangkring di media sosial, banyak yang berdecak kagum dan seketika jatuh cinta dengan sosok dengan ciri khas peci agak ketarik ke belakang ini.

Saya sendiri, selain kagum juga merasa bangga luar biasa karena Gus Baha masih satu rumpun dengan saya. Berlipat-lipatlah ketenangan dalam hati saya kala mengetahui ternyata masih ada yang bersedia turun gunung untuk merangkul orang-orang durjana macam saya.

Jika kita menyimak ceramah-ceramah Gus Baha, pastilah kita akan diperkenalkan dengan Tuhan yang Maha Menyenangkan dan Maha Santuy. Gus Baha selalu menekankan, jangan pernah putus asa dan jangan pernah minder dengan kondisi kita saat ini. Gus Baha meminta agar kita selalu optimis, seberdosa apapun kita.

Wis tho, Gusti Allah pasti bakal ngapura (Gusti Allah pasti akan memaafkan). Percaya saja. Kalau toh misalnya kelak kita tidak mendapat garansi ampunan dari Tuhan, kita bisa saja melayangkan mosi: lah katanya rohman rohim, masa gitu aja tidak diampuni.

Cara Gus Baha mendekatkan kita dengan Tuhan sungguh sangat menyenangkan. “Orang yang selalu khawatir nggak masuk surga itu orang yang sombong.” Pada detik ketika Gus Baha berujar demikian saya sempat bertanya-tanya, “Kok bisa?” “Logikanya begini, kalau ada orang yang selalu takut sama siksa Alloh, itu artinya dia selalu su’udlon sama Alloh. Dan su’udlon itu berangkatnya dari kesombongan. Dan sombong adalah bagian dari sifat setan.” Walaaah edyan tenan cara pikir beliau.

“Jadi orang mbok ya yang husnudlon gitu, loh. Kalau kamu berprasangka baik sama Alloh, Dia pasti ngasih yang terbaik juga buat kamu,” tandas Gus Baha.

Bukannya tanpa dasar, dalam konteks ini Gus Baha merujuk pada kisah seorang wali besar bernama Yazid al-Bustomi. Suatu ketika Yazid bertanya kepada Alloh, perihal adakah yang lebih saleh selain dirinya? Alloh pun menunjukkan, di sebuah desa hiduplah seorang yang sangat saleh di mata Alloh. Karena penasaran, Yazid pun berangkat mengunjungi orang tersebut, berniat untuk menginap beberapa malam untuk memata-matai amalan apa yang dilakukan sehingga orang tersebut diangkat derajatnya.

Betapa tidak habis pikir kala mengetahui kalau orang ini bahkan tak pernah bangun untuk mendirikan salat malam. Akhirnya Yazid mengajukan protes kepada Alloh, bagaimana orang yang lebih banyak tidur ketimbang ibadah dibilang lebih saleh dari Yazid? Padahal, jelas-jelas Yazid adalah manusia yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk bersembah sujud pada-NYA.

 Alloh kemudian menjawab: “Orang itu tidur seolah-olah yakin betul akan pertolongan-KU. Sementara kamu ngoyo beribadah seolah-olah belas kasih-KU tidak ada.” Atau katakanlah, Alloh itu tersinggung kalau hamba-hamba-NYA berburuk sangka pada-NYA. Menganggap seolah-olah Dia adalah Tuhan yang tidak ada baik-baiknya.

Ada Sembilan puluh Sembilan (bisa lebih) nama-nama atau sifat-sifat Tuhan, Tapi nyatanya hanya dua saja yang Dia sandang: rohman rohim (pengasih dan penyayang). Kenapa tidak nama-nama yang bermakna: perkasa dan sejenisnya yang digunakan? Itu menegaskan kalau di atas apapun, Alloh itu pada dasarnya Dzat yang berbelas kasih. Alloh bisa murka, tapi murka-NYA tetap kalah dengan rasa sayang kepada makhluk-NYA.

Saking sayangnya Allah sama kita nih, sampai-sampai kunci surga saja sudah dibocorkan. Bayangkan, itu seharusnya jadi dokumen rahasia loh. Gus Baha menjelaskan, ada satu hadis yang berbunyi: “Barangsiapa yang mengucap lafadz “Tidak ada Tuhan selain Alloh,” maka baginya adalah surga.” Tambahan hadis tersebut berbunyi, “Walaupun seorang pezina ataupun seorang pencuri.”

Eh, jangan salah paham dulu. Hadis tersebut bukan berarti melegalkan praktik perzinahan atau pencurian. Keduanya tetap perbuatan dosa. Tapi bukan berarti menggugurkan seseorang bisa masuk surga. Dalam tanda kutip, selama dalam hatinya masih mengimani bahwa Tuhan itu cuma satu, Allah yang Esa. Di tangan Gus Baha, masuk surga bisa jadi seremeh dan segampang ini.

Artinya, seberapapun besarnya dosa kita, tidak lebih besar dari kuota ampunan yang sudah Tuhan sediakan.

Tidak cukup di situ, di saat para penceramah lain mengenalkan neraka sebagai wadah siksaan dan balasan, Gus Baha justru mengenalkan neraka sebagai bagian dari kasih sayang Tuhan. “Loh iya tho, kamu itu dimasukkan neraka terlebih dulu kan biar bersih. Kalau sudah bersih baru dimasukkan ke dalam surga. Itu apa namanya kalau bukan kasih sayang?” kata Gus Baha. Itu ibarat seorang ibu yang memandikan anaknya terlebih dahulu sebelum mengizinkannya mengenakan pakaian baru. Biar pakaian barunya tidak kotor dan tidak bau. Biar pantes kalau dikenakan.

Kalau toh dalam satu kesempatan Gus Baha menyebut neraka sebagai tempat manusia disiksa, itupun masih diembel-embeli dengan pernyataan, “Kita di neraka itu cuma sebentar kok, sedangkan di surga selamanya.”  Duh, kehadiran Gus Baha sungguh membuat orang-orang ahli dosa macam saya ini jadi punya harapan. Tuhan, kalau boleh minta, saya pengin ada seribu Gus Baha lagi. Biar ­ayem tentrem kehidupan di muka bumi.

Aly Reza
Kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Menulis sastra dan artikel ringan. Bisa disapa di IG: @aly_reza16           

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama