PERCIK.ID- Abuya Miftahul Luthfi Muhammad sering menyampaikan soal elemen kehidupan manusia yang terbagi dua. Apa yang ada di luar dirinya, dan apa yang ada di dalam dirinya. Dengan bahasa yang nyentrik, beliau menyebut dengan alam makrokosmos dan alam mikrokosmos.
Alam makrokosmos adalah segala seuatu yang ada
di jagad raya ini. Langit, bintang, bulan, matahari dan lain sebagainya.
Sedangkan mikrokosmos adalah kehidupan yang ada di dalam tubuh kita. Jantung,
hati, akal, dan seterusnya.
Secara kasat mata, kita jelas melihat
makrokosmos memiliki dimensi yang lebih besar daripada mikrokosmos. Tapi
tenyata bagi Abuya Miftahul Luthfi Muhammad tidak demikian. Beliau dawuh,
فِي النَّاسِ إِنْطَوَى الْعَالَمُ الْكَبِيْرُ
وَإِنَّ الْعَالَمَ صَغِيْرٌ
“Pada manusia terhimpun alam yang besar, sungguh alam universum
itu kecil”
Pandangan mata barangkali tidak akan
mengamininya, tapi hati bisa merasakan realitasnya. Bukankah Rosululloh saw.
bersabda bahwa, “hati seorang mukmin adalah rumah Alloh”.
Hati adalah ruang besar yang menampung
kehadiran Alloh. Hati adalah ruang pertemuan intim antara Tuhan dan hamba.
Jika hati merupakan ruang kecil, rasanya tidak
mungkin Rosululloh saw. gambarkan sebagai baitulloh. Tentu ruang
tersebut memiliki dimensi yang luas, meski tidak tampak secara lahiriyah. Tapi dalam
tingkat tertentu, hati bisa merasakan itu.
Hati adalah muara rasa dalam penghambaan
manusia kepada Tuhan. Lahiriyah seseorang bisa saja menghadap kepada Alloh
lewat solat dan ritus ibadah yang lain. Tetapi yang merasakan pertemuan itu
adalah hati. Di dalam hati, hakikat pertemuan dan hubungan itu ada. Ibadah
dalam syariat berfungsi memuarakan rasa tersebut dalam sebuah ritus khusus yang
spesifik.
Bukti dan fakta bahwa Tuhan menganugerahkan
hati sebagai ruang intim untuk hambaNYA adalah sistem privasinya yang sedemikian
terjaga. Tidak ada yang tahu isi hati manusia, kecuali manusia itu sendiri dan
Tuhan.
Bahkan malaikat yang ditugasi oleh Alloh untuk
mencatat amal pun tidak memiliki kuasa untuk tahu apa isi hati manusia.
Malaikat juga tidak tahu niat seseorang yang diletakkan di dalam hati. Malaikat
hanya tahu niat yang diucapkan, tetapi tidak dengan isi hatinya.
Maka dalam niat, lillahi ta’ala adalah persembahan yang terhantarkan kepada Alloh langsung. Privat dan rahasia.
Betapa wilayah hati sangatlah luas dan bahkan
barangkali tidak terbatas. Dalam bidimensional manusia, ruang ruhani jauh lebih
luas daripada jasmaninya. Abuya Miftahul Luthfi Muhammad juga mengurai hal ini
di buku Qolban Saliman. Beliau menulis,
“Sifat jasmaniah sangat terbatas sebab ia
berada dalam ruang dan waktu. Kehidupan jasmaniah seseorang terikat dengan:
gravitasi, elektromagnetik, nuklir lemah, dan nuklir kuat. Ini sangat berbeda
dengan sifat ruhaniah yang tidak terbatas. Karena ia dapat melesat kemana ia
suka. Bahkan dalam kualitas puncak kemanusian yang total mengabdi hanya kepada
Alloh, seorang manusia mampu mengurai atom yang ada di dalam tubuhnya yang
merupakan kumpulan sel. Kemudian melakukan tour de force dengan melakukan
teleportasi. Tidak mengherankan jika orang alim lebih dahulu melakukan
kunjungan akalnya dibandingkan melakukan kunjungan material.”
Ini menjadi uraian yang mengukuhkan betapa
hati, bagi orang yang mampu mengelolanya dengan baik, ia bisa diisi dengan
hal-hal yang besar. Sesuatu yang tidak bisa ditembus di ruang universum
makrokosmos.
Itulah barangkali sebabnya Abuya Miftahul Luthfi
Muhammad dawuh bahwa alam universum tidak lebih besar dari alam yang ada di
dalam diri manusia. Selain soal dimensi, hati adalah ruang VIP bagi manusia
dalam menghamba.
www.percik.id
BalasHapusAhmad Yusuf Tamami
Hati: “Ruang Pertemuan Intim” Tuhan dan Hamba