PERCIK.ID- Aku
sempat dapat ilmu yang sangat bagus dari seorang kawan yang sedang serius
mempelajari ilmu psikologi, pelajaran berharga yang membuat pemahamanku tentang
korban perkosaan berubah 180 derajat.
Aku sering bertanya-tanya sendiri, kenapa banyak korban perkosaan itu tidak serta merta melawan si pelaku ketika kejadian sedang berlangsung? Bukankah selalu ada celah untuk melawan? Dengan menendang bagian selangkangannya, misalnya. Atau memanfaatkan benda-benda yang ada di dekatnya untuk memukul pelaku, atau berusaha untuk berontak dan melarikan diri.
Ya,
ternyata tidak semudah seperti apa yang aku pikirkan. Kita, yang tidak
mengalami secara langsung, bisa saja menyalahkan para korban dan menganggap
mereka lemah karena tidak berusaha melawan. Akan tetapi, pada sebagian besar
korban perkosaan yang tak kuasa melakukan perlawanan itu karena mengalami
kondisi “tonic immobility”. Kondisi di mana seseorang yang sedang
mendapat tekanan atau serangan kejahatan mengalami kehilangan kendali atas
tubuhnya dikarenakan reaksi kelumpuhan sementara anggota tubuh. Akibatnya
seseorang menjadi tidak bisa menjerit minta tolong, melarikan diri, apalagi
melawan balik sang pelaku karena seluruh bagian tubuhnya tidak bisa digerakkan.
Temanku
pernah menjadi korban sexual harassment (pelecehan seksual) ketika
berhenti di lampu merah. Tiba-tiba saja ada pengendara motor lain yang berhenti
mepet di dekat motornya dan seketika itu juga tanpa disangka-sangka langsung
meremas bagian dada temanku kemudian tancap gas kabur. Temanku tadi, saking
kagetnya sampai beberapa waktu lamanya nggak bisa ngapa-ngapain. Dalam hati dia
ingin berteriak dan mengejar si pelaku sampai mepet dan menabrakkan motornya,
tak perduli apa pun yang bakal terjadi setelahnya. Tapi kenyataannya seluruh
tubuhnya terkunci rapat. Lalu tak berselang lama setelah sadar dia harus
dilarikan ke rumah sakit karena mengalami syok, tiba-tiba ambruk di depan
kendaraan lain dan lemas gemetaran sampai nggak sadarkan diri selama beberapa
waktu lamanya. Bahkan efek traumatisnya sampai sekarang masih terasa meski
kejadian itu sudah berlangsung beberapa bulan yang lalu.
Reaksinya
kurang lebih seperti itu, mereka, para korban itu menjadi benar-benar tak
berdaya dan kehilangan kendali akan tubuh mereka, kemudian setelah sang pelaku
memuaskan nafsu biadabnya, sang korban merasakan sakit luar biasa psikis dan
fisiknya.
Dan
ternyata, reaksi tonic immobility yang dialami seseorang korban
perkosaan ini bisa berakibat yang bersangkutan menjadi lebih rentan mengalami
depresi dan PTSD atau gangguan stress pasca trauma. Hal ini dikarenakan jauh di
dalam dirinya, di kemudian hari setelah kejadian traumatis itu terjadi, ia akan
sangat menyalahkan diri sendiri atas ketakberdayaannya dalam melawan serangan
pelaku. Bayangkan kalau para korban mendengar kata-kata kita yang menyalahkan
mereka karena tak mau melawan itu. Pasti akan sangat melukai dan membuat mereka
semakin terpuruk. Duh..
Jadi, jangan lagi menyalahkan dan menganggap lemah para korban perkosaan. Mari tunjukkan kepedulian dengan merangkul dan membantu mereka melewati trauma berat dan menjalani hari esok.
www.percik.id
BalasHapusTonic Immobility Sexual Harassment
(link)