PERCIK.ID- Suatu ketika di depan Sayyidina Ali ada seseorang yang berucap “astaghfirulloh” secara berulang-ulang. Dibaca sambil lalu dan tak diresapi maknanya sampai-sampai Sayyidina Ali mengingatkannnya dengan keras.
“Tahukah
kamu apakah makna istighfar itu? Istighfar adalah derajat orang-orang yang
tinggi kedudukannya. Ia adalah nama yang berlaku pada enam makna.
Pertama.
Penyesalan yang telah lalu.
Kedua.
Beretekad untuk tidak kembali pada perbuatan dosa itu selamanya.
Ketiga.
Mengembalikan hak orang lain yang telah diambilnya (tanpa
hak), sehingga kamu berjumpa dengan Alloh dalam keadaan terlepas dari tuntutan
seorang pun.
Keempat. Hendaklah
kamu memperhatikan setiap kewajiban atasmu yang sebelumnya telah kamu
sia-siakan, sehingga kamu dapat memenuhi kewajiban itu.
Kelima. Hendaklah
kamu perhatikan daging yang telah tumbuh dari hasil yang haram, lalu kamu
kuruskan ia dengan kesedihan, sehingga kulit menempel pada tulang, lalu tumbuh
di antaranya daging baru (dari hasil yanng halal).
Keenam. Hendaklah
kamu rasakan badanmu dengan sakitnya ketaatan, sebagaimana kamu telah merasakan
dengan manisnya kemaksiatan. Maka ketika itulah kamu layak mengucapkan “astaghfirulloh”.
Jika kita belum mampu beristighfar pada “maqom” yang disampaikan
oleh Sayyidina Ali di atas, bukan berarti kemudian meninggalkan istighfar. Teruslah
beristighfar meskipun hati masih lalai. Sampai nanti Alloh limpahkan hidayahNYA dan kita bisa mencapai “maqom” yang disampaikan oleh Sayyidina
Ali di atas. Bersamaan dengan itu, saban membaca istighfar berusahalah selalu untuk menyertakan kesungguhan dalam memohon ampunan dan rahmat Allah.
“Wangikanlah diri kalian dengan istighfar, janganlah bau busuk dosa mencemari diri kalian.” Demikian pesan Sayyidina Ali di kesempatan yang lain. Semoga Alloh mengampuni dan merohmati kita semua.
Baca Juga: