Menjaga Keluarga dengan Menjadi Role Model

 

PERCIK.ID- Mestinya ketika sepasang kekasih memutuskan untuk menikah, hal mendasar yang perlu dipahami adalah menjaga ritme keluarga untuk bisa semakin mendekatkan diri kepada Alloh Tuhan Yang Maha Esa. Disebutkan sebagai rumah tangga karena penghuni rumah tersebut akan menapaki fase-fase yang semakin tinggi, semakin puncak, semakin dahsyat melalui tangganya. Konon katanya, semakin tinggi sebuah pohon, semakin besar pula goncangan angin yang menerpa. Maka untuk mempersiapkan kokohnya sebuah keluarga ketika berada di ketinggian, (baik itu posisi karir, prestasi, kemapanan, bahkan ‘ubudiyah) pondasi sebuah keluarga harus benar-benar kuat.

Sepertinya Qur’an Surah Tahrim ayat ke-6 dengan kata kunci quu anfusikum wa ahlikum naa ron, jagalah diri dan keluarga kalian dari siksa api neraka, sering diperdengarkan para da’i saat walimatul ursy. Ayat di atas memberikan sebuah kewajiban bagi kita para bapak yang beriman agar mendidik keluarga kita menjauhkan diri dari siksa api neraka. Jenis pendidikan pun berbagai warna. Ada yang menyebutkan proses keteladanan sebagai pola tarbawiyah. Ada yang menyampaikan pola ilmiah sebagai pola ta’limiyah. Keduanya menjadi penting untuk diaplikasikan di dalam pendidikan keluarga.

Madrasatun nabawiyah, pendidikan ala nabi sebagai pendidikan keluarga terfokus kepada aspek keteladanan tanpa meninggalkan konsep ilmiah. Banyak sahabat yang menerapkan pendidikan demikian, seluruhnya sukses karena tercatat sebagai penduduk surga. Sebagai kepala keluarga sudah sejauh apa kita mempersiapkan diri untuk dijadikan role model, teladan bagi istri dan anak-anak kita? Jangan-jangan sosok bapak favorit keluarga kita ada pada orang lain.

Latar belakang membangun keluarga merupakan salah satu kunci bagaimana keluarga tersebut mau dibangun. Mau dibawa kemana. Ketika memutuskan menikah namun salah satu goalnya freechild (tidak memiliki anak) maka ya sudah begitu saja kapasitasnya. Ketika memilih menikah dengan banyak anak dengan dalih akan banyak rizki-NYA tanpa memahami konsep berikhtiar, berma’isyah, berpenghasilan yang berkah itu bagaimana, ya kapasitasnya juga sebatas itu. Menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka bagi saya adalah landasan pokok berkeluarga.  Ketika Alloh mengaruniakan istri yang di rumah saja, kita harus membimbingnya mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik dan dengan ketaatan pada Alloh Swt. Ketika rupanya istri kita perempuan yang juga turut mendampingi kita bekerja, pastikan betul kita menjaganya bahwa pekerjaannya tidak mendekatkan diri dengan siksa-NYA. Begitu juga dengan anak, mau punya anak berapa kalau sudah kita pegang quu anfusikum wa ahlikum naa ron-NYA, setiap lelaki jantan sejati akan berpikir sejak ia menanamkan benihnya kepada istri bahwa peparing Alloh berupa keturunan nanti akan ia pertanggungjawabkan dengan baik di hadapan Alloh.

Pola pendidikan keluarga di dalam Islam mengedepankan keyakinan dan keimanan. Ketika iman sudah bersemayam di dalam hati, ilmu akan Alloh mudahkan untuk dipelajari, didapatkan, dan dipraktikkan. “Ajarilah dan permudahlah. Jangan mempersulit mereka. Dan jika marah salah seorang diantara kalian; maka diamlah,” (H.R Ahmad, Kitab Musnad hadist nomor 2136).

Ketelatenan, kesabaran, dan keuletan seorang bapak saat menjadi kepala sekolah di dalam keluarga menjadi penting untuk bisa benar-benar menjadikannya sosok teladan dalam keluarga. Ketika ia sudah mempraktikkan bentuk takut kepada Alloh, taqwalloh insya Alloh seisi rumah pelan-pelan menirunya. Goal sebuah pendidikan keluarga tidak semata takut siksa api neraka, yang lebih esensial adalah takut kepada Alloh. Adapun cerminan anggota keluarga mulai takut kepada Alloh ditunjukkan dengan perilaku akhlakuk karimah, adabul mustofawiyah, mampu mengambil ibroh dan hikmah, mandiri, cekatan dalam membantu, cerdas dalam mengambil keputusan, dan andhap asor. Kalau kita tengok ke belakang, cerita para nabi dan rasul, sahabat, dan generasi berikutnya memang endingnya keluarga dan keturunannya menjadikan beliau-beliau itu role model. Kesimpulannya, keteladanan dan peran seorang bapak memang besar dalam melahirkan peradaban. Siapkah para Bapak?

Pandu T. Amukti
Santri yang nDokter Hewan. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama