Swipper Kelas Langit-pun Tak Tahu Ini


Jika bukan karena engkau, Wahai Muhammad
Niscaya takkan ku ciptakan gugusan semesta

PERCIK.ID- Semua ulama sepakat, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad adalah makluk paling mulia. Tidak ada konsensus lain selain ini. Dalam “The 100 A Ranking Of The Most Influental Persons In History” karya Michael H. Haert, yang memuat 100 tokoh paling berpengaruh di dunia, nama nama Nabi Muhammad bahkan disebutkan di urutan pertama. Sebagai tokoh teratas. Tokoh yang paling berpengaruh dalam catatan sejarah umat manusia.

Dan puncaknya, tentu saja ketika Alloh menderaikan sholawat-salam atas Rosul saw., dan memerintah seluruh mukmin untuk bershalawat kepada Rosul saw. Sesungguhnya Alloh dan malaikat-malaikat-NYA bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Qs.al-Ahzab [33]:56)

Dalam sabdanya, Njeng Nabi Muhammad saw. menyebutkan, “Siapapun yang bersholawat kepadaku satu kali, Alloh akan “bersholawat” (menganugerahkan rohmat) untuknya sepuluh kali”

Keutamaan membaca sholawat, sudah diulas jauh-jauh hari. Dan jumlah ulasannya banyak sekali. Jejak janji dari membacanya pun tak main-main. Ia adalah amal yang tidak akan ditolak dalam kondisi apapun.

Dalam kondisi hati keruh atau jernih. Dalam kondisi ikhlas atau riya’. Ia dijamin, dan dipastikan akan diterima, diganjar sesuai dengan yang dijanjikan.

Barangkali, terlepas dari membabar keutamaan sholawat, tulisan ini akan mengulik sedikit tentang rupa (keberkahan) sholawat di mata penduduk semesta. Tentu saja selain jin dan “manusia”.

Sholawat  atas Nabi saw. adalah sebuah penghidupan. Sebuah media yang menjadi kunci langit, yang membuka seluruh pagar keamanannya, agar segala pinta, bisa sampai kepadaNYA dan terijabah karena dikawal oleh namanya.

Sholawat atasnya serupa panglima yang akan mengawal seluruh cahaya yang mampu menerangi dan menuntun kita di alam kubur kelak, di saat harus melewati jembatan siroth kelak, hingga menuju surga sang Mahamuthlak.

Abu Bakr Ibn Muhammad Syatho ad-Dimyathi dalam “Kifayatul Atqiya’”  mengistilahkan (keberkahan) sholawat dengan “wewangian yang paling semerbak”. Yang mampu memenuhi seluruh semesta ketika sholawat atas Nabi saw. itu didenyarkan.

“Ketika ada satu majlis, satu perkumpulan, yang didalamnya disebutkan-dibacakan sholawat atas Nabi Muhammad saw., maka semerbak wewangian akan memancar ke seluruh sisi langit, meroket hingga ke Arsy”.

Semua makhluk yang diciptakanNYA menyaksikannya. Menemukan keagungan-keberkahan sholawat atas Muhammad saw. Semua makhluk menyadarinya. Kecuali jin dan manusia.

Selain dikenal sebagai musuh nyata bagi umat manusia, Jin juga dikenal sebagai pencuri informasi yang ada di langit, tapi ia terhijab dari menyadari dahsyatnya keberkahan sholawat atas Nabi yang satu ini.

Sedang Manusia, mereka dikenal sebagai makhluk Tuhan yang dibekali kemampuan menentukan keputusan, berdialog, bahkan bernegosiasi dengan Tuhan. Menalar, dan memutar otak agar ia mengetahui segala pengetahuan dan rahasia alam. Dan ya, mereka pun terhijab dari mengetahui wujud keberkahan sholawat ini.

Jin pernah menjadi senior para malaikat yang mulia, sampai kemudian ia terhina karena kesombongannya, dan manusia, berpotensi lebih mulia dari makhluk jenis apapun juga. Dua-duanya istimewa. Hanya saja, sekali lagi, keduanya terhijab – atau barangkali – dihijab tepatnya, dari bisa mencium aroma semerbak yang ditebar barokah sholawat.

Pasalnya, jika tidak dihijab sebagaimana disebutkan, akan ada potensi buruk yang ditimbulkan. Di antaranya: mereka akan terlena dalam kenikmatan wewangiannya. Hingga abai pada aspek kehidupan dunia yang harus dijalankan dengan baik selama nafas yang dititipkan Tuhan dinikmati dengan baik.

Dan ya, terlepas dari segala apapun itu, baik pahala atau ancaman dari membaca atau tidak membaca-menghaturkan Sholawat pada sang Musthofa, memang sepantasnya, kita (tetap) berkirim sholawat kepadanya. Kepada ia yang sepenuh jiwa memohonkan ampun untuk kita yang entah siapa.

Kelak, di hari ketika kita tak memiliki kuasa apapun atas diri kita, ketika hari pembalasan itu tiba, semoga ia sudi menolong dan mensyafa’ati kita semua. Semoga kelak di hari sidang akbar, ketika Tuhan bertanya kepadanya di hadapan kita, “Dia umatmu, Muhammad?”, ia sudi menganggukkan kepala, dan mengatakan, “Benar, Wahai Alloh. Dia umat saya”.

Salam ‘alaik Ya Rasulalloh..

Alloh Knows Best!

Lifa Ainur Rohmah
Mahasiswi STAI Al Fithrah. Santri Putri Ponpes Assalafi Al -Fithrah. Surabaya  fb          

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama